Selasa, 18 Oktober 2011

Surat Paulus Pertama Kepada Timotius


Surat Paulus Yang Pertama Kepada Timotius
I.                   Latar Belakang
Surat Timotius merupakan surat pastoral, yang mana di dalam Perjanjian Baru suarat Pastoral yaitu 1 dan 2 Timotius dan juga Titus. Disebut sebagai surat Pastoral karena berisi petunjuk mengenai bagaimana jemaat Tuhan harus digembalakan.
Timotius merupakan pembatu Paulus pada waktu perjalanan Penyebaran Injil yang kedua. Setelah Paulus mengalami kekecewaan karena perpecahannya dengan Barnabas dan Markus (Kis. 15:39). Tuhan mempertemukan Timotius dengan rasul Paulus di Listra (Kis. 16:1-3). Paulus memilih sebagai pembantu yang baru. Ternyata Timotius menjai pembantu terdekat dapat dilihat di II Kor. 1:1;Flp. 1:1; Kol. 1:1; I Tes 1:1; II Tes 1:1; Flm 1. Tidak ada pembantu lain yang begitu sering disebut dalam suarat-surat Paulus dan bahkan dia disebut sebagai satu-satunya orang yang sehati dan sepikir dengan Paulus dan yang tidak mencari kepentingannya sendiri, melainkan kepentingan Kristus (Flp. 2:21,22). Hubungan antara Paulus dengan timotius akrab sekali sama seperti ayah dan anak.[1]
Selama rasul Paulus berada di dalam penjara di roma pada masa tahanan yang pertama, ia didampingi oleh beberapa pembantu, terutama oleh murid-muridnya yang setia, Timotius (bnd. Flp. 1:1; Kol. 1:1; Flm. 1). Paulus dibebaskan pada tahun 62 M. Sekalipun ia semula berniat untuk pergi ke Spanyol (Rm. 15:24, 28), Paulus menunda rencana itu. Ia ingin mengunjungi lebih dulu jemaat-jemaat di wilayah Timur.
Paulus membawa Timotius dalam kunjungannya ke jemaat-jemaat di Asia Kecil. Selesai perkunjungan ini Paulus meninggalkan Timotius di Efesus (1 Tim. 1:3) dengan tugas untuk melanjutkan pembinaan jemaat-jemaat di sana, khusus di dalam menanggulangi ajaran-ajaran sesat. Paulus sendiri melanjutkan perjalannya ke Makedonia untuk mengunjungi jemaat-jemaat di wilayah ini. Dari Makedonia ia menulis surat 1 Timotius kepada Timotius (tahun 63 M). Di mana pada waktu itu Paulus berada di penjara dan dia menulis surat tersebut agar Timotius tegar dalam melayani atau memberitakan firman Allah. Sekalipun ia bermaksud menengok Timotius lagi dalam waktu dekat (1 Tim. 3:14), Paulus sementara ini menulis surat untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada muridnya cara bagaimana menata jemaat-jemaat dan melawan ajaran sesat.[2]
Surat ini memberikan kesan,bahwa rasul Paulus sedang menyiapkan Timotius untuk mengambil alih tugas dari padanya sebagai generasi penerus tradisi dan kekayaan gereja.
Surat 1 dan 2 Timotius serta Titus selalu dianggap membentuk sekelompok surat yang terpisah, yang berbeda dari surat-surat Paulus lainnya, karena surat-surat itu ditulis untuk pribadi-pribadi, sedangkan surat-surat Paulus yang lain ditulis untuk jemaat-jemaat. Kanon Muratori, yang merupakan daftar resmi terdiri atas kitab-kitab Perjanjian Baru, menyebutkan bahwa surat-surat itu ditulis “dari perasaan dan cinta kasih pribadi”. Surat-surat itu lebih bersifat pribadi daripada bersifat umum.[3]
            Surat ini ditulis tidak kepada jemaat-jemaat sebagaimana layaknya surat Rasul Paulus lainnya, namun Surat ini dituliskan kepada dua (2) orang Kristen muda, yaitu Timotius yang ada di Efesus dan kepada Titus yang ada di Pulau Kreta. Selama Rasul Paulus berada di dalam penjara di Roma pada masa tahanan yang pertama, ia di dampingi oleh beberapa pembantu terutama oleh muridnya yang setia kepadanya yang bernama Timotius. Rasul Paulus membawa Timotius dalam kunjungannya ke jemaat-jemaat di Asia kecil. Timotius telah menjadi kristen melalui pekerjaan Rasul Paulus, ia adalah anak rohani Rasul Paulus. Mungkin pertobatan Timotius terjadi di kota Listra, dalam perjalanannya yang kedua.[4] Antara Paulus dan Timotius kemudian terjadi hubungan seperti antara bapa dengan anak. Selesai perkunjungan ini, Rasul Paulus meninggalkan Timotius di Efesus ( I Timotius 1:3), khusus di dalam menanggulangi ajaran-ajaran sesat. Rasul Paulus sendiri melanjutkan perjalanannya ke Makedonia untuk mengunjungi jemaat-jemaat di wilayah ini.[5] Timotius adalah orang yang dapat dipercaya, namun kurang bersemangat. Ia terkesan sebagai orang yang belum dewasa. Ia penakut (II Timotius 4:12) dan sering terganggu pencernaannya (I Timotius 5:23).[6]
            Mengenai penulis surat ini, para ahli masih berdebat apakah surat ini ditulis oleh Paulus sendiri atau tidak. Surat ini sangat berbeda dari surat-surat Paulus lainnya. Perbedaan-perbedaannya begitu mencolok sehingga banyak ahli mengatakan Paulus tidak mungkin menulis ketiga surat tersebut. F. C. Baur[7] mengatakan bahwa surat ini merupakan tulisan dari abad kedua oleh orang-orang yang mencoba menafsirkan kembali ajaran Paulus pada suatu masa di mana ia tidak lagi disenangi oleh jemaat. Begitu juga dengan kondisi atau penataan jemaat yang sudah teratur. Hal ini tidak mungkin terjadi pada awal-awal pelayanan Paulus. [8]
Kemungkinan besar penulisnya adalah murid Paulus, yang memiliki akses, paling tidak, terhadap surat-surat Paulus sebelumnya dan menulis dokumen dokumen ini untuk sekelompok jemaat, menjelang akhir abad pertama, kepada sekelompok gereja.[9]
II.                Situasi Pada Waktu Itu
Kondisi jemaat yang dilayani Timotius pada saat itu terdiri dari orang-orang Yunani dan Yahudi. Efesus sejak dulu merupakan kota yang penting, mula-mula merupakan “koloni” Yunani, yakni tempat tinggal orang-orang Yunani dalam perantauan. Bandar ini menjadi kota yang termasyhur lagi terkaya di daerah Asia Kecil, penghubung dunia Barat dan Timur. Pusat kebaktian ialah kuil dewi kesuburan: “Ibu Agung”. Mula-mula inilah dewi Asia Barat, yang kemudian masuk ke dalam agama Eropa: namanya Artemis, nama Latinnya diana. Di samping perniagaan, pusat berhala inipun mendatangkan banyak kekayaan pada kota itu: uang nazar dan persembahan mengalir ke sana dari segala mata angin, orang yang mencari jimat, dan lain-lain. Tak mengherankan juga bahwa kota ini sangat indah. Kuil itu, yang tergolong tujuh keajaiban dunia, dibangun dari batu pualam. Jalan raya dihiasi dengan patung-patung indah. Orang-orang yang berziarah dapat memilih hiburan sesukanya.[10]
            Ketakhayulan dan ilmu sihir masih mempengaruhi keadaan jemaat muda itu, ajaran sesat yang pada saat itu merajalela di Efesus adalah suatu sinkretisme, suatu ajaran campuran yang mengandung unsur-unsur agama Yahudi dan unsur Gnostik Hellenis. Tradisi gereja dalam pokok-pokok ajarannya harus di pertahankan demi kemurnian Injil.[11] Ajaran-ajaran  sesat itu datang dari beberapa orang di dalam jemaat itu sendiri, yang sesungguhnya tidak mengerti apa-apa. Penganiayaan dan penindasan oleh raja dan pembesar-pembesar juga sering terjadi kepada orang Kristen dan orang Yahudi. Organisasi gereja berkembang menjadi makin rumit. Jabatan-jabatan telah ditetapkan dan dikejar oleh sementara orang yang ingin dianggap penting, sehingga martabat kedudukan itulah yang dikejar, bukan tujuan utamanya.[12]
            Hal ini menyebabkan kehidupan jemaat di Efesus sangat dipengaruhi kondisi tersebut, termasuk dalam bidang keagamaannya. Ajaran-ajaran sesat tersebut adalah mengenai sinkritisme. Sinkritisme tersebut adalah suatu ajaran campuran yang mengandung unsur-unsur agama Yahudi dan unsur Gnostik Hellenis.[13] Dorongan sinkritisme yang kuat pada zaman ini adalah di antara kalangan bukan-Yahudi. Karena jemu dan sangsi terhadap puluhan agama serta ratusan dewata, orang yakin bahwa ada satu kebenaran saja terlindung di dalam segala agama. Mereka tertarik kepada Injil karena mengakui adanya satu Allah saja dan susilanya yang bersahaja dan murni. Namun mereka juga mengambil unsur-unsur yang terdapat pada agama bukan-Yahudi.[14] Sama seperti para Gnostik abad kedua, mereka menyangkal bahwa dunia ini benar-benar dunia Allah—sehingga semakin cepat mereka dapat lolos dari dunia, semakin baik kehidupan mereka.[15]
            Rasul Paulus untuk sementara ini menuliskan surat untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada muridnya bagaimana cara menata jemaat-jemaat dan melawan ajaran-ajaran sesat. Surat ini memberikan kesan bahwa Rasul Paulus sedang menyiapkan Timotius untuk mengambil alih tugas daripadanya sebagai generasi penerus tradisi dan kekayaan gereja. Selain itu surat ini juga ditulis untuk memberikan nasehat kepada para pemimpin jemaat mula-mula. Maksud Paulus mengirimkan surat ini adalah untuk memberi petunjuk kepada teman-teman Paulus mengenai pimpinan atas jemaat-jemaat yang dilayani mereka. Dengan kata lain: petunjuk tentang pengembalaan (apostolat) jemaat Tuhan. Inilah yang menjadi tema utama dari keseluruhan surat Paulus kepada Timotius.[16]
            Jangkauan dari 1 Timotius adalah pemeliharaan iman yang Am. Tujuan dari Taurat adalah “kasih yang keluar dari hati yang bersih dan kata hati yang baik dan iman tidak berpura-pura” (1 Tim 1: 4-11). Bidang dari 1 Timotius adalah kekeliruan dari kehidupan publik dan doa-persembahan yang mana kita dipimpin ke hidup yang tentram dan damai. Metode dalam 1 Timotius adalah memberikan atau menawarkan dewan yang dibagi menjadi dua tingkatan, bishop yang melatih dan bekerja digambarkan dalam 1 Tim 3: 1-7, dan yang disebut “presbyters” dalam gambaran masa depan pada ayat 17-19 dan diaken yang digambarkan dalam 1 Tim 3:8-13. Ketepatgunaan surat ini terletak pada contoh Timotius sendiri yang menyalurkan, mempelajari dan menggunakan karunia rohani, melayani tua dan muda, miskin dan kaya, janda dan hamba (1 Tim 3:14; 6:21).[17]
            Surat ini tidak berkenaan dengan doktrin pembenaran, yang begitu dominan dalam Surat Roma dan Galatia, tetapi merupakan pemaparan keunggulan Kristus atas semua dasar kosmik. Dia mengenjawantahkan rencana Allah untuk kepenuhan waktunya (1:10), yang merupakan tujuan penciptaan. Dialah yang membawa semua ras manusia ke dalam kesatuan, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi; dan Gereja, yaitu kepenuhan Kristus menjadi alat yang dengan rencana Allah disempurnakan.[18] Karya pendamaian Kristus yang bersifat universal itu harus dimulai dari gereja sendiri, yakni ketika kesatuan terwujud oleh kasih dan saling melayani. Dari tubuh Kristus itulah (5:30) kesatuan menyebar keluar. Doktrin yang demikian tinggi tentang Gereja dalam surat ini dan petunjuk-petunjuk mengenai pelayanan (4:11) serta kedudukan Kristus sebagai kepala Gereja (5:23), menyebabkan surat ini mendapatkan tempat penting dalam diskusi-diskusi oikumenis modern.
            Penulisan Surat I Timotius ini ditulis dalam bentuk orang ketiga yaitu berkaitan dengan syarat-syarat para penilik dan diaken. Yang mana isi surat ini berisi ringkasan tentang aturan gereja. pengusulan bahwa penulis surat ini adalah Paulus merupakan tindakan supaya surat tersebut diterima terutama tentang aturan-aturan yang disampaikan.[19]



III.             Sejarah konteks
            Di dalam surat Timotius kita diperhadapkan pada gambaran mengenai gereja dengan perkembangan organisasi gerejawi yang demikian baik. Di sana ada penatua, penilik jemaat dan diaken. Di sini jelas adanya struktur gereja yang rinci, sedemikian rincinya sehingga sebagian orang berpendapat bahwa hal ini tidak mungkin terjadi pada masa-masa awal saat Paulus hidup dan melayani.[20]
            Selain itu, jemaat di Efesus juga mengalami tekanan-tekanan dari para penguasa. Kekristenan mengalami penganiayaan yang luar biasa dari penguasa. Jemaat juga mengalami kebingungan dengan banyaknya pengajar-pengajar sesat dengan aliran-aliran sesatnya. Karena merupakan kota pelabuhan dan perdagangan, jemaat sulit untuk menghindari hal tersebut. Hal disebabkan karena kehidupan kota mereka juga bergantung dari datangnya pedagang-pedagang Yunani yang biasanya juga membawa penyembahan berhala. Bahkan mereka juga hidup dari biaya upacara-upacara tersebut. Namun jemaat tetap diminta untuk selalu berdoa kepada setiap orang dalam tekanan-tekanan tersebut. Hal inilah yang merupakan kewajiban sebagai warga negara, yaitu mendoakan negaranya sehingga dapat hidup dengan tenteram dan damai.
            Sebagaimana ditunjukkan oleh Hermann von Lips, gambaran gereja yang berperanan dalam Surat-surat Pastoral ialah gambaran keluarga.[21] Penggunaan gambaran ini yang paling eksplisit ditemukan dalam 1 Timotius 3:14:15: “Semuanya kutuliskan kepadamu, walaupun kuharap segera dapat mengunjungi engkau. Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran. Pada waktu itu juga jabatan tentang penilik jemaat atau diaken sudah ada, namun di dalam surat ini yang diharapkan bukanlah menyangkut tugas-tugas yang dicakup oleh jabtan melainkan tuntutan etis bagi mereka yang menerima jabatan itu.[22]



IV.             Kesimpulan
Dari tulisan diatas tentang surat Paulus yang pertama kepada Timotius terdapat beberapa kesimpulan yaitu:

7 komentar:

  1. Lebih baik tulusan ini juga dituliskan pribadi Timotius yang juga mendapat perhatian dari Paulus

    BalasHapus
  2. tdk ada daftar pustaka.Padahal ada nmr foot note nya.

    BalasHapus
  3. tdk ada daftar pustaka.Padahal ada nmr foot note nya.

    BalasHapus
  4. tolong dikirim min daftar pustakany

    BalasHapus
  5. Tolong dilengkapi dong kesimpulan dan daftar pustakanya..tka

    BalasHapus
  6. footnote nya dong tolong dilengkapi.. Terima kasih

    BalasHapus